Umat Muslim Indonesia yang mengerti
mengenai ekonomi Islam (walaupun hanya sedikit) pasti tahu mengenai keberadaan
PT. Bank Muamalat Indonesia (PTBMI) sebagai bank syariah yang telah lama eksis.
Bagi para pelaku ekonomi, khususnya sektor perbankan hampir tidak ada yang
tidak mengetahui bahwa PTBMI adalah bank syariah pertama di Indonesia, yang
dirintis oleh kalangan ekonom Muslim, serta didukung penuh oleh Presiden ketika
itu, Muhamad Suharto. Adapun Bank Muamalat yang didirikan pada tahun 1991
dengan modal yang digalang dari masyarakat luas, mulai beroperasi pada tahun
1992.
Ketika menghadapi krisis moneter 1998, sangat banyak kalangan yang kurang mengerti anatomi krisis keuangan tersebut, dan menyangka bahwa PTBMI selamat dari krisis karena perannya sebagai bank syariah. Padahal PTBMI juga terimbas dampak krisis tersebut, karena ditahun 1998 rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. PTBMI mencatat rugi sebesar Rp. 105 miliar. Sedangkan ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 miliar, atau kurang dari sepertiga modal setor awal. Namun, tatkal PTBMI membutuhkan suntikan modal di tahun 1999, Dr. Ahmed Mohammad Ali Al-Madani, President dari Islamic Development Bank (IDB) berperan besar dalam menggolkan investasi IDB terhadap PTBMI sehingga dikala situasi krisis moneter masih berada pada puncaknya, darah baru yang diperoleh PTBMI dari IDB dapat menghidupkan daya saing PTBMI terhadap bank-bank konvensional lainnya yang mendapat bantuan dari pemerintah.
Setelah krisis moneter berlalu, beberapa institusi keuangan dari negara-negara di jazirah Arab lainnya mulai berminat mencari peruntungan di Indonesia dan dengan bantuan dari IDB, mereka diundang untuk menjadi pemegang saham di PTBMI. Adapun pemegang saham PTBMI saat ini adalah sebagai berikut:
– Islamic Development Bank 32,74%
– Bank Boubyan 22%
– Atwill Holdings Limited 17,91%
– National Bank of Kuwait 8,45%
– IDF Investment Foundation 3,48%
– BMF Holdings Limited 2,84%
– Reza Rhenaldi Syaiful 1,67%
– Dewi Monita 1,67%
– Andre Mirza Hartawan 1,66%
– Koperasi Perkayuan Apkindo-MPI (Kopkapindo) 1,39%
– Pemegang saham lainnya 6,19%
Pada hari Rabu tanggal 27 September 2017, management PT. Minna Padi Investama Sekuritas Tbk. (PADI) melalui Direktur Utamanya, Djoko Joelijanto mengumumkan: “Sehubungan dengan rencana Bank Muamalat untuk mengeluarkan saham baru melalui HMETD (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu), maka Minna Padi Investama Sekuritas bermaksud untuk menjadi pemegang saham dengan cara bertindak sebagai pembeli siaga dalam HMETD.”
Adapun nilai transaksi untuk akuisisi melalui proses HMETD itu sebesar Rp 4,5 triliun. Sementara jumlah saham Bank Muamalat yang akan dimiliki oleh PADI sekurang-kurangnya 51% dari seluruh modal yang ditempatkan dan disetor oleh Bank Muamalat. Terjemahan simpelnya, PTBMI melakukan back door listing dengan mekanisme pasar modal kapitalis, dimana saham yang akan menjadi permainan dalam mekanisme MAGHRIB (maisir, gharar, riba dan batil) adalah saham pengendali, yang dalam hal ini adalah saham PADI.
PTBMI adalah mimpi dari para pemikir Islam di era represif orde baru, yang dapat terwujudkan bahkan dengan dukungan dari sang penguasa absolut saat itu, Muhammad Soeharto. Namun demikian, karena kurangnya acuan rule of conduct dari suatu financial intermediary yang Islami, maka PTBMI terjebak pada mekanisme perbankan syariah, yang diciptakan berlandaskan rambu-rambu aturan dari industri perbankan konvensional yang meletakkan kepentingan pemilik modal diatas semua aktor ekonomi lainnya.
Almaruh Karnaen A. Perwataatmadja adalah salah satu saksi sejarah lahirnya PTBMI, dimana Beliau sangat berperan aktif (http://mysharing.co/amin-aziz/) dalam melahirkan institusi idaman umat Muslim tersebut. Namun sebelum wafatnya, pada tahun 2016 dalam wawancara tertulis beliau menyampaikan: “kalau semua bank di Indonesia sudah kaffah syariah insya Allah negara yang 'baldatun toyyibatun warrobun ghofur' tercapai tetapi kalau sampai 20 tahun lebih pangsa pasar bank syariah dinegara yang mayoritas belum 5 % perlu diteliti pasti ada yang salah.”
Tanpa menuding kepada pihak manapun, semua orang dapat melihat bahwa PTBMI secara perlahan tapi pasti telah melenceng sangat jauh dari jalur yang diidamkan ketika almarhum Karnaen, almarhum Prof. Dr. M Amin Aziz, bahkan almarhum Muhammad Soeharto serta ribuan pemegang saham pendiri membentuknya ditahun 1991. Visi dan misi yang tercantum dalam anggaran dasar PTBMI hanya sekedar pemantas, dan umat Islam di Indonesia sudah mulai lupa kepada cita-cita luhur yang menjadi bibit cikal bakal dari PTBMI. Dengan berbagai jastifikasi pembenaran yang didukung dengan fatwa-fatwa yang sumir, pelan tapi pasti PTBMI bermetamorfosis menjadi institusi kapitalis berjubah syariah. Ironis, tapi tidak fatal karena akan lebih baik bila umat Islam Indonesia menyaksikan sendiri hilangnya suatu kekeliruan interpertasi dari mekanisme yang tidak Islami.
Wallahu A'lam Bishawab
Penulis: Werner Katili