Fakta menunjukkan, bahwa inovasi produk perbankan syariah di Indonesia masih kurang dan masih jauh tertinggal. Produknya masih monoton dan bahkan terkesan kaku, kurang dinamis. Berdasarkan kajian dari praktisi perbankan syariah dari Kuwaity Investment Company., Baljeet Kaur Grewal,(2007) Indonesia menduduki kluster ketiga dalam inovasi produk bank syariah dan pengembangan pasar. Sedangkan kluster keempat yang merupakan kluster tertinggi adalah Malaysia, Uni Emirat Arab dan Bahrain. Kluster keempat adalah negara yang paling inovatif dan variatif dalam pengembangan produk. Sementara Indonesia, Brunei Darussalam dan Afrika Utara, Turkey dan Qatar berada di bawah negara kluster ke empat. Dengan demikian, negara-negara ini (Indonesia, Brunei, Afrika Urata, Trurley dan Qatar), masih kalah jika dibandingkan dengan kluster keempat.
Menurut kajian Baljeet dari Kuwait tersebut, negara-negara pengembang bank syariah dibagi kepada empat kluster. Kluster keempat (tertinggi), adalah Malaysia, Kuwait, Bahrain dan Uni Emirat Arab, Kluster Ketiga, Indonesia, Brunei, Afrika Utara, Turki dan Qatar, Kluster Kedua, Jerman, USA, Singapura, Lebanon dan Syiria, Sedangkan kluster yang paling rendah masih wait and see adalah China, India, Hongkong dan Azerbeijan.
Hubungan Inovasi dan pengembangan bank syariah
Tak bisa dibantah, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara inovasi produk dengan pengembangan pasar bank syariah, Artinya, semakin inovatif bank syariah membuat produk, semakin cepat pula pasar berkembang. Maka, lemahnya inovasi produk bank syariah, bagaimanapun berimbas secara signifikan kepada lambatnya pengembangan pasar (market expansion). Lemahnya inovasi produk dan pengembangan pasar (market expansion) bank syariah harus segera di atasi, agar akselerasi pengembangan bank syariah lebih cepat. Inovasi produk diperlukan agar bank syariah bisa lebih optimal dalam memanfaatkan fenomena global. Karena itu harus melakukan inisiatif akselerasi luar biasa dalam pengembangan pasar dan pengembangan produk.
Kurangnya inovasi produk antara lain, dikarenakan kemampuan SDM yang masih terbatas. Jangankan untuk mengembangkan produk dengan kreatif dan inovatif, untuk memahami konsep produk yang sudah ada, kemampuan SDM bank syariah masih terbatas. Para officer bank syariah umumnya sudah memahami konsep dasar produk syariah yang sudah ada, namun masih banyak officer bank syariah yang belum memahami dengan baik konsep dan penerapan fatwa-fatwa Dewan Syarah Nasional yang jumlahnya sudah mencapai 78 fatwa. Akibatnya, masih banyak fatwa DSN MUI yang belum diterapkan sebagian besar bank syariah, seperti pembiyaan rekening koran, pembiayaan multi jasa, syirkah mutanaqishah, mudharabah musytarakah, ijarah muwazy, hiwalah pada anjak piutang, L/C dan lain-lain.
Padahal ada sekitar 50an konsep lagi yang perlu dikembangkan sebagai produk khas bank syariah, selain dari fatwa DSN yang sudah ada. Jadi masih banyak produk inovatif yang belum difatwakan DSN-MUI. Produk-produk inovatif ini siap dijadikan rujukan dalam inovasi produk di tengah persaingan dengan bank konvensional dan semakin kompleknya kebutuhan finansial masyarakat. Ke 50an konsep inovasi ini berasal dari penggalian terhadap fiqh muamalah kontemporer yang didasarkan pada ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh, falsafah tasyri’, tarikh tasyri’ dan maqashid syariah. Penggalian ini akan menciptakan produk yang unggul dan khas syariah yang pada gilirannya akan mewujudkan differensiasi produk.
Upaya inovasi semacam inilah yang akan membedakan produk-produk bank syariah dengan bank-konvensional, sehingga tidak muncul tuduhan simplistis yang mengatakan bahwa produk bank syariah itu hanyalah jiplakan (copy paste) semata dari bank konvensional yang ditambah label atau akad-akad syariah. Selain penggalian mendalam kepada konsep syariah (fiqh muamalah), pengembangan produk yang inovatif dapat juga berasal dari praktek perbankan syariah di luar negeri.
Kunci pengembangan
Inovasi produk menjadi kunci perbankan syariah untuk lebih kompetitif dan lebih berkembang dengan cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keberhasilan sistem perbankan syari’ah di masa depan akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif dan memberkan kemudahan transaksi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat..
Inovasi produk harus menjadi strategi prioritas bagi bank-bank syariah , sebab inovasi memiliki peran penting di tengah pasar yang kompetitif. karena itu industri perbankan syariah harus dapat terus melakukan inovasi-inovasi baru. Produk-produk bank syari’ah yang ada sekarang cendrung statis, hanya terbatas di tabungan, deposito, giro, pembiayaan murabahah, mudharabah, syirkah, dan itu sangat sedikit sekali. Makanya bank-bank syariah harus mengembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syari’ah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syari’ah menghadapi keutuhan masyarakat modern yang semakin kompleks. Karena itu bank-bank harus mengalokasikan dana untuk peningkatan kualitas SDM dengan menggelar training atau wokrshop inovasi produk, bahkan membantu memberikan beasiswa bagi karyawannya untuk kuliah S2 Ekonomi Syariah. Seandainya tidak bisa menyeluruh beasiswanya, minimal sebagian, sepertiga atau seperempat dari biaya kuliah.
Harus dicatat, melakukan inovasi produk bukan hanya dengan meniru atau merujuk produk-produk yang sudah dipraktekkan di luar negeri. Inovasi produk juga dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan secara kreatif konsep-konsep fiqh muamalah kontemporer dengan menggunakan ilmu ushul fiqh, qawaid fiqh, tarikh tasyri’ dan falsafahnya, serta dan ilmu maqashid syariah. Metode Ijtihad insya’iy dan ijtihad intiqa’iy sangat diperlukan dalam melakukan inovasi produk.
Dari berbagai survey, juga ujian perbankan syariah yang saya lakukan terhadap ribuan karyawan bank syariah serta pengalaman mengajar di lima pascasarjana ekonomi syariah selama lebih 4 tahun belakangan ini, saya menyimpulkan betapa minimnya tingkat pengetahuan SDM perbankan syariah tentang konsep inovasi produk perbankan syariah. Meskipun saat ini sudah banyak kuliah S2 (program pascasarjana) ekonomi dan perbankan Islam di Jakarta, namun tingkat kajian dan silabusnya masih tingkat dasar atau intermediate, Padahal saat ini sudah banyak literatur terkini (terbitan 2007-2010) tentang inovasi produk dari luar negeri. Setidaknya terdapat lebih dari seratusan buku-buku fiqh muamalah kontemporer untuk level advance yang bisa memperkaya produk bank syariah.
Silabus fiqh muamalah kontemporer pada level advance ini seharusnya sudah diajarkan di program pasasarjana ekonomi Islam, namun karena sebagian besar in put mahasiswa berasal dari ekonomi konvensional, maka secara terpaksa kajian fiqh muamalahnya pada level intermediate. Fiqh muamalah komtemporer pada level advance ini hanya bisa diajarkan jika, mahasiswa sudah memahami fiqh muamalah klasik dengan baik ditambah ushul fiqh dan qawaid fiqh klasik.
Latar belakang keilmuan para mahasiswa pascasarjana yang umumnya berasal dari S1 non ekonomi Islam, mengakibatkan mereka masih awam dalam fiqh muamalah, ilmu ushul fiqh keuangan dan qawaid fiqh ekonomi. Padahal untuk melakukan inovasi produk mesti mengkaji fiqh muamalah kontemporer level advance. Fiqh Muamalah kontemporer tingkat advance hanya bisa diberikan kepada mereka yang sudah pernah mempalajari fiqh muamalah, ushul fiqh dan qawaid fiqh ekonomi.
Seharusnya, mata kuliah fiqh muamalah di pascasarjana di bagi kepada 3 bagian, pertama matrikulasi, intermediate dan fiqh muamalah kontemporer untuk tingkat advance. Jadi, jangan berharap banyak dari lulusan pascasarjana Ekonomi Islam untuk melakukan inovasi produk, jika yang diajarkan masih fiqh muamalah klasik dan tingkat intermediate. Nah, kalau di pascaarjana saja, masalahnya seperti itu, bayangkan, bagaimana pula kemampuan inovasi para bankir syariah yang belum kuliah pascasarjana ekonomi syariah dan belum training tingkat advance .
Rendahnya tingkat studi fiqh muamalah di Indonesia, karena belum ada buku-buku berbahasa Indonesia yang berisi fiqh muamalah kontemporer yang memenuhi standar untuk pengembangan inovasi produk. Selain itu, keterbatasan dosen yang memahami praktek keuangan modern dan fiqh muamalah sekaligus. Di UIN, IAIN, STAIN, banyak dosen fiqh muamalah (termasuk para guru besar syariah dan doktor ilmu syariah), umumnya hanya memahami fiqh muamalah klasik dan sedikit kontemporer, tanpa memahami praktek perbankan dan keuangan secara baik dan memadai, seperti praktek L/C, pembiyaan rekening koran, line facility, multi jasa, repo surat berharga, anjak piutang (factoring), foreign exchange, Islamic treasury investment, islamic swap, hedging, bahkan praktek bank garansi dan pembiayaan take over pun kadang tidak dipahami dengan baik. Para ahli syariah hanya dapat memahami itu semua jika mereka mengikuiti training atau workshop sistem perbankan.