Situs Resmi DPP IAEI - Contact Center 021-3840059
Tetap Terhubung Bersama IAEI di Media Sosial Facebook , TwitterInstagram dan Youtube Channel dengan tagar #EkonomiIslam

Peluang Pengembangan Perbankan Syariah Pasca Pemberlakuan UU PPKSK di Indonesia

Updated: Tuesday 7 March 2017 - 15:59 Kategori: Perbankan Posted by: Admin IAEI

Stabilitas sistem keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi kegiatan perekonomian. Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami krisis yang sangat hebat sampai menumbangkan Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Sedangkan pada tahun 2008, dengan dalih menjaga stabilitas sistem keuangan, Pemerintah yang saat itu Menteri Keuangannya adalah Sri Mulyani menggelontorkan dana Rp6,7 Triliun kepada Bank Century. Uang yang sangat besar tersebut dianggap merugikan negara sehingga akhirnya Sri Mulyani harus mengakhiri jabatannya sebagai Menteri Keuangan karena desakan yang sangat kuat dari DPR.

Perbankan Syariah membuktikan diri mampu melewati berbagai krisis keuangan tersebut. Dari daftar Bank yang menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tahun 1998 tidak ada satupun yang merupakan Bank Syariah. Begitu juga tahun 2008, Bank Century merupakan Bank Konvensional yang banyak tejadi moral hazard di dalamnya.

Bank Syariah mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki bank konvensional. Bank Syariah mendasarkan operasionalnya pada pembebasan terhadap transaksi ribawi yang jelas-jelas dilarang dalam Al Qur’an. Sedangkan Bank Konvensional mendasarkan diri pada sistem bunga serta tidak didasari pada nilai-nilai moral sehingga sering terjadi moral hazard dalam prakteknya di lapangan.

Di Indonesia, Perbankan Syariah baru diperkenalkan pada tahun 1992 dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia. Kehadiran Bank Syariah tersebut diikuti dengan pembukaan unit-unit usaha syariah bank-bank besar di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2008 diberlakukan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Akan tetapi perkembangan perbankan syariah belum sesuai dengan pencapaian yang diharapkan. Misalnya taget pencapaian aset perbankan syariah sebesar 5% sampai saat ini belum tercapai.

Peristiwa Bail Out Bank Century yang terjadi tahun 2008 menurut Prof. Purbayu dalam pidato pengukuhan guru besar di Universitas Diponegoro menyebutkan, bahwa hal tersebut terjadi karena diterapkannya sistem ekonomi pasar bebas dalam perekonomian Indonesia. Menurut beliau, penerapan sistem ekonomi pasar di berbagai negara di dunia ini mendasarkan diri pada pemikiran neoklasik. Neoklasik merupakan sintesis antara teori ekonomi pasar persaingan bebas klasik (homo economicus dan invisible hand Adam Smith), dan ajaran marginal utility serta keseimbangan umum. Tekanan ajaran ekonomi Neoklasik adalah bahwa mekanisme pasar persaingan bebas, dengan asumsi-asumsi tertentu, selalu menuju keseimbangan dan efisiensi optimal yang baik bagi semua orang. Artinya jika pasar dibiarkan bebas, tidak diganggu oleh aturan-aturan pemerintah yang bertujuan baik sekali pun, masyarakat secara keseluruhan akan mencapai kesejahteraan bersama yang optimal (pareto optimal).

DPR RI dan Pemerintah pada hari Kamis tanggal 17 Maret 2016 telah mengesahkan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Dalam undang-undang tersebut ditekankan pada aspek pencegahan yang sesuai dengan pengembangan perbankan syariah. Dengan pengalaman Indonesia dalam menghadapi krisis, maka dalam rangka pencegahan terhadap krisis, Indonesia harus mengembangkan Perbankan Syariah kedepannya.

Aspek Pencegahan diperkenalkan dalam UU PPKSK berdasarkan pengalaman krisis keuangan tahun 1998 maupun 2008 yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Dampak krisis keuangan tersebut masih dirasakan sampai sekarang dimana setiap bulannya Pemerintah membayar bunga utang yang hampir mencapai angka 10% dari APBN. Tahun-tahun mendatang beban bunga utang ini tidak semakin ringan, tetapi akan semakin berat karena kebijakan defisit anggaran yang terus dilaksanakan Pemerintah.

Perbankan Syariah yang mampu membuktikan diri sebagai lembaga keuangan mandiri yang tidak menjadi beban Pemerintah harus dikembangkan. Dalam pasal 3 ayat 1 UU PPKSK tentang Pencegahan dan penanganan Krisis Sistem Keuangan, yang meliputi Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan disebutkan bahwa :

“Aspek pencegahan yang diperkenalkan dalam pasal tersebut seharusnya menjadi payung hukum bagi Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengembangkan Perbankan Syariah. Hal ini penting berdasarkan pengalaman yang menunjukkan bisa dihandalkan dan tidak menjadi beban negara dalam menghadapi krisis keuangan. Sulitnya Perbankan Syariah untuk menembus angka pangsa pasar 5% harus didobrak oleh Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menciptakan perekonomian yang lebih stabil. Proses konversi Bank Aceh menjadi Bank Syariah bisa dijadikan model pengembangan perbankan syariah kedepannya. Adanya janji dari Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan satu Bank BUMN Syariah sebelum Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla berakhir harus segera diwujudkan. Pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah harus segera diwujudkan untuk mempercepat perkembangan Perbankan Syariah.”

Cantolan pengembangan perbankaan syariah dalam pasal 3 UU PPKSK selanjutnya dijelaskan dalam ayat 2 pasal 3 yang berbunyi :

“Koordinasi pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup bidang :

a. fiskal;

b. moneter;

c. makroprudensial dan mikroprudensial jasa keuangan;

d. pasar keuangan;

e. infrastruktur keuangan, termasuk sistem pembayaran dan penjaminan simpanan; dan

f.   resolusi Bank”

Adanya ayat 2 tersebut memberikan payung hukum bagi berbagai pihak, baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, maupun berbagai pihak terkait untuk mewujudkan stabilitas sistem keuangan melalui pengembangan perbankan syariah. Pengembangan perbankan syariah tidak boleh hanya diserahkan kepada mekanisme pasar karena perbankan syariah terlalu kecil untuk bersaing dengan Perbankan Konvensional. Sedangkan Pemerintah mempunyai kepentingan untuk mewujudkan stabilitas sistem keuangan dimana tidak memberikan beban kepada keuangan negara sehingga pos-pos dalam APBN dapat dipergunakan untuk hal-hal yang lebih penting menyangkut kesejahteraan masyarakat. 


Penulis :

Achmad Machsuni, S.E., M.Si. (Tenaga Ahli Komisi XI DPR RI)



comments powered by Disqus