KONDISI PEREKONOMIAN 2013 DAN PERKIRAAAN 2014
Tahun 2013 ditandai dengan sejumlah tantangan ekonomi baik dari internal maupun eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi (kisaran 5%-6%) dari tahun 2010 sampai saat ini, dengan permintaan domestik yang tinggi dan aktifitas investasi terus meningkat, antara lain telah berdampak kepada lebih tingginya kegiatan impor ketimbang ekspor. Pada gilirannya, hal ini mengakibatkan defisit transaksi perdagangan sejak triwulan IV-2011 dan permintaan valuta asing (USD) yang cenderung meningkat sehingga mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah dan menyebabkan naiknya harga barang (inflasi). Di saat yang sama, kelangkaan dan kurangnya pasokan sejumlah komoditas pertanian di pasar seperti bawang merah, bawang putih, cabe rawit, minyak sawit dan gula pasir di bulan Maret 2013 (triwulan II-2013) memberikan tekanan tambahan kepada inflasi domestik.
Disamping itu, faktor eksternal utamanya kinerja perekonomian negara-negara maju khususnya Amerika dan eropa juga turut mempengaruhi perekonomian nasional. Melemahnya permintaan sejumlah negara ekspor utama Indonesia (Jepang, China dan Amerika) terhadap komoditas ekspor Indonesia, naiknya harga minyak dunia dan kebijakan tapering off bank sentral Amerika juga berdampak kepada kepercayaan investor dan penempatan dana asing di dalam negeri dan tentunya pergerakan nilai tukar Rupiah di pasar keuangan. Selanjutnya, tekanan internal dan eksternal tersebut menyebabkan pemerintah menaikkan harga BBM tanggal 22 Juni 2013 sehingga memberikan dampak lanjutan kepada inflasi.
Namun demikian, pemerintah, Bank Indonesia dan regulator terkait berupaya maksimal untuk mempertahankan kinerja perekonomian nasional. Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mengurangi impor dan mendorong ekspor termasuk fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor), tarif PPh impor, memperkuat struktur industri, dan menahan keluarnya modal asing. Sementara itu, kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menekan inflasi dan menjaga pergerakan nilai tukar rupiah termasuk kebijakan macroprudential ditambah lagi dengan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sektor keuangan dan microprudential juga menjadi bagian dari koordinasi kebijakan ekonomi pemerintah untuk menjaga kinerja perekonomian nasional.
Tahun 2014 diperkirakan perekonomian Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan eksternal seperti ketidakpastian pemulihan ekonomi global, kebijakan lanjutan ekonomi Amerika, instabilitas harga komoditas yang berpengaruh kepada kinerja ekspor Indonesia dan tantangan internal seperti pengendalian laju inflasi dan nilai tukar rupiah, pemulihan kinerja neraca pembayaran, pengendalian sejumlah harga-harga komoditas utama termasuk pengaruh sosial politik pelaksanaan pemilu 2014. Semua faktor tersebut pastinya berpengaruh kepada kinerja perekonomian nasional, perbankan dan tentunya industri perbankan syariah.