Situs Resmi DPP IAEI - Contact Center 021-3840059
Tetap Terhubung Bersama IAEI di Media Sosial Facebook , TwitterInstagram dan Youtube Channel dengan tagar #EkonomiIslam

Membangun Mindset Enterpreneurship Sejak Dini

Updated: Senin 20 Maret 2017 - 16:08 Kategori: Kiat Bisnis Posted by: mugni muhit

Menurut terminologi bahasa, mindset berarti pola pikir atau cara pandang. Maksudnya cara seseorang dalam melihat, menentukan dan mengambil keputusan terhadap masalah atau objek tertentu. Keputusan yang diambil tersebut sebagai buah dari pola dan suasana pikirannya,sehingga baik dan buruknya buah pikiran, tergantung kepada pola pikir sebelumnya.

Terdapat hadits dalam Islam yang cukup populer, yaitu tentang sebab akibat dari keadaan hati (qalbu), yang dikatakan Nabi: "Ingatlah, sesunguhnya dalam jasad ini terdapat segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh, dan jika segumpal daging tersebut buruk, maka buruklah seluruh tubuh, segumpal daging tersebut adalah hati".

Pertanyaannya adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara hati dengan akal sebagai alat untuk berpikir?

Jawabannya adalah terdapat hubungan yang sangat erat antara akal dengan hati. Hati (qalbu) adalah core manusia dan berada pada lapis ketiga. Jadi manusia adalah makhluk dwi kutub, jasmaniyah dan rohaniyah. Ia tersusun atas tujuah subtansi dua yang peratama merupakan unsur jasmaniyah, yaitu qashr dan shadr. Empat berikutnya merupakan unsur rohaniyah yaitu qalbu, shaghaf, fuad, nur, dan iman.

Hati merupakan hulu, sedangkan akal adalah hilir. Situasi hilir setidaknya akan sangat dipengaruhi oleh keadaan hulunya, jika hulunya jernih, maka ada indikasi pancaran yang jernih menuju ke hilir. Jadi amat sangat penting untuk mempastikan hati dalam keadaan jernih, stabil, sehat dan baik, agar ia akan melanjutkan informasinya ke akal sesuatu yang positif pula. 

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka langkah sistematis untuk membangun jiwa yang unggul, kreatif, inovatif, dan enterpreneur adalah pendidikan, pelatihan, riyadhah, pembinaan, kontemplasi, pembiasaan, peneladanan, dan pengamalan serta konsistensi (istiqamah). Untuk dapat konsisten, maka perlu pengawasan dan kontrol yang bagus.

Fungsi kontrol dapat dilakukan oleh kerjasama antara akal dan hati, sebagai pancaran dari semua komponen mualai dari iman, nur, fuad, shagaf, qalbu, shadr, sampai qashr. Semua adalah ekspresi dari kualitas iman.

Iman adalah anugrah terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Sehingga dengan potensi spiritualitas ini, manusia dapat menjaga jati diri dan kesuciannya, karena sadar bahwa ia berasal dari Yang Maha Suci, maka selamanya akan melakukan kinerja yang suci.

Pendidikan dan pelatihan, pembinaan dan pengasuhan yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal, akan berhasil dengan baik jika dilakukan dengan memadukan keenam substansi tadi secara integral dan simultan. Sinergisitas keenam unsur manusia tersebut akan membantu tumbuh kembangnya potensi manusia lainnya.

Salah satu potensi manusia yang perlu mendapat perhatian serius adalah potensi akal. Akal dapat melahirkan berbagai kreativitas, inovasi dan jiwa semangat menemukan sesuatu yang lebih baru, langkah-langkah pembaharuan dan sebaginya.

Semangat enterpreneur tidak kalah pentingnya untuk juga mendapat perhatian dan pupuk yang baik, kontinyu dan terkendali. Kendali yang paling efektif bagi semangat entrpreneur adalah pendidikan hati. Dengan kata lain pendidikan iman harus menajdi dasar dan pondasi, agar enterpreneurnya tidak keluar dari nilai-nilai ilahiyah.

Waktu yang paling baik dan efektif untuk mendidikan dan mengawal jiwa enterpreneurship yang Islami adalah sejak dini. Sejak dini di sini maksudnya adalah sejak awal adanya kehidupan. Awal kehidupan itu berarti sebelum lahir, semenjak Allah Swt memasukan roh ke dalam rahim, manusia (wanita), yaitu pada usia empat bulan. Sejak itulah Suami atau ayah harus melakukan pendidikan. Inilah yang disebut dengan pendidikan prenatal.

Secara psikologis, janin yang masih dalam kandungan perlu sentuhan langsung dari orang tuanya, baik ibunya sendiri maupun ayahnya. Kata-kata, kebiasaan, tingkah laku orang tua bayi tersebut adalah secara otomatis pendidikan bagi bayi tersebut. Bahkan profesi ayah pun akan menjadi referensi bagi anak, anak akan melihat dan mencotoh orang tuanya sebagai informasi awal tentang bekerja.

Dari sini akan muncul, tumbuh dan berkembang, alam mindset anak tentang pekerjaan. Jiwa dan etos kerja akan mulai dirasakan oleh seorang anak setiap ia melihat dan mendapatkan komunikasi kerja dengan orang tuanya.

Oleh karena itu orang tua perlu mulai membuat perencanaan yang baik untuk menualrkan jiwa usaha, bisnis atau enterpreneur sejak dini, agar sejak dini anak telah mengenal, bahkan merasakan pentingnya bekerja yang bermanfaat. 

Tulisan: mugni muhit


comments powered by Disqus