Ciputat, 29 Mei 2013 - Wacana tentang inklusi keuangan sudah beredar dari tahun 2011 lalu. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengoptimalkan peran lembaga keuangan demi pertumbuhan ekonomi yang cepat merupakan tujuan dari inklusi keuangan. Dalam KBBI online, tidak terdapat arti dari kata inklusi, tapi ada analogi yang mengartikan inklusi adalah suatu upaya menghilangkan segala hambatan, yang jika digabungkan dengan kata keuangan berarti upaya untuk menghilangkan segala bentuk hambatan materi maupun nonmateri masyarakat untuk mendapatkan pelayanan lembaga keuangan, yaitu bank. Dengan kontribusi seluruh masyarakat dalam industri keuangan, semakin banyak yang menabung, meminjam untuk modal usaha, berarti semakin dekat inklusi keuangan tercapai. Tapi bagaimana menjangkau penduduk Indonesia yang 50,21% hidup di desa dengan 40 juta jiwa yang belum tersentuh lembaga keuangan sama sekali? Berapa besar modal yang dibutuhkan bank untuk mendirikan kantor-kantor cabang?
UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan) hadir sebagai salah satu misi inklusi keuangan. UPLK adalah kegiatan pemberian jasa layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik Bank, namun dengan menggunakan sarana teknologi dan jasa pihak ketiga seperti agen (Sumber:BI). Bank Indonesia (BI) dan pemerintah beralasan sesuai fakta dari survei Bank Indonesia bahwa baru 47% dari total masyarakat Indonesia sebagai penabung, dan 17% dari masyarakatnya sebagai peminjam. Program ini dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan Indonesia, bank, yang lulus uji coba yang diperiksa oleh BI terutama dalam hal manajemen resiko dan sistem informasi, serta teknologi lembaga terkait. Uji coba berpeluang resiko lebih besar, sehingga pemeriksaan kesiapan bank sangat diperhatikan. Hingga akhirnya terpilih 5 bank yang dinyatakan siap mengikuti pilot project UPLK, yang saat ini masih dalam tahap uji coba, terhitung bulan Mei sampai November 2013 mendatang di 8 provinsi di Indonesia.
Model bisnis dalam UPLK yang dapat dilakukan adalah bank led, yaitu bank yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan kassa perbankan. Telco led, dimana perusahaan telekomunikasi bertanggung jawab atas semua kegiatan transfer, dan hybrid atau kombinasi antara bank led dan telco led, misalnya dalam hal memindahkan saldo tabungan ke dalam saldo e-money. E-money adalah alat pembayaran elektronik yang mana nilai uang kita ada di dalam media elektronik tersebut. Dalam melakukan transaksi dengan merchant yang sudah terhubung dengan media canggih itu, cukup dengan menscan, uang berkurang, barang dibawa pulang. E-money merupakan salah satu produk dalam UPLK. Produk tabungan, e-banking, dan pembiayaan kredit mikro juga beberapa produk lain yang ditawarkan oleh UPLK.
Belajar dari pengalaman, mari kita mengutip kesuksesan UPLK internasional, dalam hal ini disebut Branchless Banking, M-Pesa di Kenya. M-Pesa adalah mobile money yang diperdagangkan melalui agen-agen yang bertindak sebagai tempat penukaran uang. Cara kerjanya, pulsa bisa ditransfer ke nomor lain yang kemudian bisa dicairkan menjadi uang. Dengan kemudahan mencairkan uang di agen-agen terdekat, tidak menyusahkan masyarakat dengan harus pergi ke bank terlebih dahulu. Kesuksesan ini juga didukung dengan 10.000 agen yang dimilikinya. Dengan begitu, masyarakat yang tinggal di pelosok-pelosok daerahpun bisa terjangkau.
Bank Indonesia tidak membatasi bank manapun untuk mengikuti uji coba ini, baik bank konvensional maupun bank syariah, tapi pada hasilnya tidak ada satupun bank syariah yang mengikuti atau diterima menjadi pelaku uji coba pilot project ini. Entah karena tidak lulus uji coba, padahal salah satu bank yang diterima tidak lebih baik dari bank syariah terbesar di Indonesia, atau memang tidak ada bank syariah yang ikut seleksi. Yang perlu diperhatikan dan dipikirkan, proyek ini bertujuan mencapai inklusi keuangan Indonesia. Jika yang menjadi pelakunya semua berasal dari bank konvensional, berapa besar peluang pasar bank syariah yang tergerus? Pangsa pasar yang belum menduduki angka 5% terancam semakin lambat tumbuh karena agen-agen UPLK menjamah penduduk-penduduk desa. Dengan arti akan semakin buta penduduk Indonesia tentang ekonomi islam.
Dalam hal ini, selama masa uji coba berlangsung sebelum kebijakan ditetapkan, niscaya bagi perbankan syariah untuk melakukan riset dengan menggunakan analisis SWOT untuk melihat sejauh mana kesiapan perbankan syariah dalam mengahadapi kebijakan baru BI ini. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yang kini jumlahnya lebih dari 5000 outlet dan tersebar di suluruh Indonesia bisa menjadi kekuatan bank syariah yang tidak dimiliki bank konvensional. Ini memudahkan bank syariah mencari dan menentukan daerah-daerah yang akan menjadi sasaran mereka. Kekuatan tidak membuat perbankan syariah luput dari kelemahan yang harus diwaspadai. Kebutuhan akan sumber daya manusia yang belum terpenuhi, teknologi canggih, dan pengawasan yang ketat membutuhkan dana yang tidak sedikit, cukup berat bagi industri yang masih memasuki masa pertumbuhan.
Analisis internal juga harus diimbangi dengan analisis eksternal, yang meninjau peluang dan ancaman bagi perbankan syariah atas kebijakan UPLK oleh pemerintah. Seperti yang disebutkan di awal, bahwa kurang lebih 50% masyarakat Indonesia bertempat tinggal di desa, yang itu merupakan peluang baik untuk meningkatkan pangsa pasar dengan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahayanya bunga bank. Ingat! Pangsa pasar perbankan syariah sebesar 5% menandakan 95% pangsa pasar perbankan dikuasai oleh bank konvensional. Ibarat sapu lidi, jumlah batang lidi perbankan konvensional dengan perbankan syariah berbanding 95:5, mana yang dikira lebih mudah untuk dipatahkan? Mana yang dianggap lebih cepat dan mudah membersihkan halaman?. Semoga tidak ada diantara kita yang menjawab “tentu yang jumlahnya besar”, karena kuantitas belum tentu menunjukkan kualitas. Sesuatu yang dibangun atas dasar iman dan taqwa akan kokoh dan berkah. Sedangkan semegah apapun sesuatu yang dibangun tanpa iman dan taqwa, sekejappun mampu terhempas.
Jangan terpaku pada kelemahan dan ancaman yang akan membuat kita terpuruk. Perkecil kelemahan dan ancaman, atau tingkatkan kekuatan dan peluang. Optimis dengan kekuatan yang dimiliki dan gunakan peluang sebaik-baiknya.