Situs Resmi DPP IAEI - Contact Center 021-3840059
Tetap Terhubung Bersama IAEI di Media Sosial Facebook , TwitterInstagram dan Youtube Channel dengan tagar #EkonomiIslam

Syariah Compliance Perbankan Syariah harus ditingkatkan

Updated: Friday 23 May 2014 - 20:10 Kategori: Siaran Pers Posted by: Ricky Dwi Apriyono
IAEI - Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) bekerjasama dengan Universitas Islam 45 Bekasi sukses menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Optimalisasi Syariah Compliance Pada Bank dan Lembaga Keuangan Syariah" pada hari Rabu, 21 Mei 2014 di Gedung I, Lantai 3, Universitas Islam 45 Bekasi, Jawa Barat. Isu syariah compliance menjadi hal yang menarik untuk diangkat karena ukuran kesyariahan perbankan syariah terletak pada syariah compliance.


"Kepatuhan aspek syariah bagi lembaga keuangan syariah merupakan salah satu dari 10 aspek yang harus dijaga dalam risiko perbankan syariah", ujar Dr. Rizqullah, Bendahara Umum IAEI, dalam Keynote Speechnya. 10 risiko tersebut adalah Risiko kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, Resiko Kepatuhan, Risiko Imbal Hasil (rate of return risk) dan Risiko Investasi (equity investment risk).

Prof. Dr. Ahmad Erani menjelaskan bahwa sorotan Syariah Compliance tidak hanya ketaatan terhadap kepatuhan syariah melainkan salah satunya perluasan perbankan dalam  pengelolaan dana untuk pergerakan sektor rill sehingga dapat mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat. Masalah yang dihadapai saat ini, orientasi perbankan yang belum optimal  dan masih dalam keberpihakan terhadap profit membuat sektor rill belum banyak tersentuh oleh perbankan, padahal 99,99% dari total usaha di Indonesia dikuasi oleh UMKM. 

Dari pihak DSN MUI, Dr. Cholil Nafis menambahkan dalam Pasal 26 ayat 2 dan 3 menyebutkan peran MUI dengan fatwanya yang berwenang untuk menetapkan fatwa kesesuaian syariah dan kemudian diserap kedalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) melalui proses Komite Perbankan Syariah (KPS). Penyusunan PBI dilakukan oleh KPS yang merupakan lembaga internal yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Agama dan unsur masyarakat dengan komposisi berimbang. Para anggota harus memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 orang.

Penetapan MUI menjadi satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan fatwa tentang fiqh muamalah, khususnya praktik perbankan syariah bukanlah sesuatu yang baru. Sebab sejak bank syariah beroperasi di Indonesia, fatwa MUI telah menjadi pedoman dalam kepatuhan syariah.

Peran MUI lainnya yang diformalkan oleh Undang-undang tentang Bank Syariah  adalah keharusan Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam praktiknya, DPS berfungsi untuk memberikan nasihat dan saran agar praktik perbankan senantiasa selalu sesuai dengan prinsip syariah serta melakukan pengawasan terhadap kepatuhan syariah. 

Dr. Nurul Huda, Ketua IAEI, menjelaskan bahwa Syariah compliance perbankan Syariah belum optimal. Hasil penelitian Bank Indonesia bekerjasama dengan Ernst and Young (2008) menyimpulkan bahwa peran DPS belum optimal yang berdampak terhadap risk management. Jenis manajemen risiko yang terkait erat dengan peran DPS adalah risiko reputasi yang selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti risiko likuiditas dan risiko lainnya. Nurul menambahkan, langkah pengutan peran DPS dapat ditempuh melalui berbagai aspek diantaranya mempertegas kompetensi keilmuan DPS, mempertegas batasan maksimal jabatan DPS, dan evaluasi peran DPS pada Lembaga Keuangan Syariah oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia.

Ardiansyah Rakhmandi, Lc., MM, selaku Sharia Compliance Department Head Bank Muamalat, menerangkan bahwa dalam praktek syariah compliance di perbankan syariah, terdapat 3 penerbitan peringatan apabila ada suatu transaksi atau pengajuan pembiayaan melanggar syariah, diantaranya (1) Reminder, tahap tembusan kepada Compliance Division;  (2) Alert, tahap tembusan kepada Compliance and Risk Management Directorate; (3) Veto, tahap tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK RI).

Lembaga keuangan Syariah, baik bank ataupun non-bank harus mengikuti standar syariah yang tertuang dalam fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI. Fatwa-fatwa tersebut diserap menjadi Peraturan Bank Indonesia yang saat ini regulasinya ditangani oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK RI).