IKATAN AHLI EKONOMI ISLAM
(ART-IAEI)
B A B I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Anggota
Anggota IAEI adalah lembaga dan atau perorangan, yang terdiri dari : ulama, akademisi, pelaku dan pengamat ekonomi yang memiliki komitmen untuk memajukan dan mengembangkan ekonomi Islam.
Pasal 2
Syarat-Syarat Keanggotaan
(1) Setiap lembaga dan atau perorangan yang ingin menjadi anggota IAEI harus mengajukan permohonan serta menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti dan menjalankan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan peraturan organisasi lainnya.
(2) Lembaga dan atau perorangan yang telah memenuhi syarat pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Pengurus IAEI setempat.
(3) Lembaga dan atau perseorangan yang telah disetujui menjadi anggota IAEI memiliki hak serta kewajiban sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Pasal 3
Masa Keanggotaan
(1) Masa keanggotaan lembaga terhitung sejak mendapatkan persetujuan menjadi anggota dari IAEI setempat.
(2) Masa keanggotaan lembaga berakhir karena :
a. Lembaga tidak beroperasional lagi
b. Lembaga mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri
c. Lembaga diberhentikan dari keanggotaan
(3) Masa keanggotaan perseorangan terhitung sejak menda-patkan persetujuan menjadi anggota dari IAEI setempat.
(4) Masa keanggotaan perseorangan berakhir karena:
a. Meninggal dunia
b. Atas permintaan sendiri
c. Diberhentikan dari keanggotaan
Pasal 4
HAK DAN KEWAJIBAN
Hak Anggota
(1) Setiap anggota mendapatkan perlakuan yang sama dalam organisasi
(2) Setiap anggota memiliki hak untuk memilih dan dipilih
(3) Setiap anggota dapat menyatakan pendapat, baik secara lisan atau tertulis
Kewajiban Anggota
(1) Mematuhi dan mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan-ketentuan lainnya.
(2) Menjunjung tinggi etika dan moralitas Islam (akhlaqul karimah) serta menjaga dan mempertahankan nama baik dan kehormatan organisasi.
(3) Mendukung dan mensukseskan tujuan, usaha dan program kerja organisasi.
(4) Membayar iuran anggota.
Pasal 5
Mutasi Anggota
(1) Mutasi anggota adalah perpindahan status keanggotaan dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
(2) Anggota dapat melakukan mutasi ke wilayah lain dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengurus wilayah asal.
(3) Permohonan mutasi harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pengurus wilayah asal.
Pasal 6
Rangkap Anggota dan Rangkap Jabatan
(1) Anggota IAEI dapat merangkap menjadi anggota salah satu partai politik dan atau organisasi lainnya atas persetujuan pengurus setempat.
(2) Ketua Umum Pimpinan Pusat IAEI tidak diperbolehkan merangkap jabatan menjadi pengurus salah satu partai politik dan atau organisasi lain yang memiliki misi dan tujuan yang bertentangan dengan misi dan tujuan IAEI.
Pasal 7
Sanksi Organisasi
Sanksi organisasi dapat diberikan kepada anggota dan atau Pimpinan IAEI apabila:
(1) Yang bersangkutan terbukti melanggar Anggaran Dasar / Rumah Tangga dan ketentuan peraturan IAEI lainnya.
(2) Melakukan tindakan yang tidak terpuji yang dapat merusak citra dan nama baik organisasi IAEI.
Pasal 8
Bentuk-Bentuk Sanksi
(1) Sanksi pertama berupa teguran tertulis dari pengurus setempat sebanyak 2 (dua) kali.
(2) Jika sanksi pada ayat (1) tidak ditanggapi, maka anggota tersebut dapat diberhentikan sementara dan atau selamanya sebagai anggota dan atau pengurus IAEI.
Pasal 9
Mekanisme Pemberian Sanksi
(1) Sanksi di tingkat Pimpinan Pusat (PP) IAEI :
a. Pemberian sanksi bagi Ketua Umum PP IAEI diberikan berdasarkan keputusan rapat Pleno PP IAEI.
b. Pemberian sanksi bagi pengurus PP IAEI lainnya dilakukan oleh pengurus PP IAEI berdasarkan hasil keputusan rapat Pleno PP IAEI.
(2) Sanksi di tingkat Pimpinan Wilayah (PW) IAEI :
a. Pemberian sanksi bagi Ketua PW IAEI diberikan berdasarkan keputusan rapat Pleno PP IAEI dan masukan dari hasil keputusan rapat pleno PW IAEI;
b. Bagi pengurus PW IAEI lainnya dilakukan oleh pengurus PW IAEI dan hasil keputusan rapat Pleno PW IAEI.
(3) Sanksi di tingkat Pimpinan Daerah (PD) IAEI :
a. Pemberian sanksi bagi Ketua PD IAEI diberikan berdasarkan keputusan rapat Pleno PW IAEI dan masukan dari hasil rapat pleno PD IAEI
b. Bagi pengurus PD IAEI lainnya dilakukan oleh pengurus PD IAEI dan hasil keputusan rapat Pleno PD IAEI.
(4) Sanksi di tingkat Pengurus Komisariat (PK) IAEI:
a. Pemberian sanksi bagi Ketua PK IAEI diberikan berdasarkan keputusan rapat Pleno PD IAEI dan masukan dari hasil rapat pleno PK IAEI
b. Bagi pengurus PK IAEI lainnya dilakukan oleh pengurus PK IAEI dan hasil keputusan rapat Pleno PK IAEI.
Pasal 10
Mekanisme Pembelaan Diri
(1) Pembelaan diri dapat dilakukan pada rapat khusus yang ditunjuk untuk menangani hal itu
(2) Apabila pembelaan diri ditolak, maka pembelaan diri dapat dilakukan dalam rapat pleno pengurus satu tingkat di atasnya
(3) Pembelaan diri terakhir dapat dilakukan hingga tingkat Muktamar.
B A B II
STRUKTUR ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
Pasal 11
Pimpinan Pusat (PP)
(1) Pimpinan Pusat IAEI berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia;
(2) Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi organisasi di tingkat pusat
(3) Untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua Umum, Pimpinan Pusat dapat melaksanakan Muktamar Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Pimpinan Wilayah.
(4) Dalam keadaan yang tidak memungkinkan dilaksanakan Muktamar Luar Biasa maka Pimpinan pusat dapat melaksanakan mekanisme rapat kerja nasional.
(5) Pimpinan Pusat dapat menambah dan atau mengurangi anggota pengurusnya melalui keputusan rapat pleno.
(6) Pimpinan Pusat dapat membuat pedoman kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah organisasi atau hasil Muktamar.
Pasal 12
Pimpinan Wilayah (PW)
(1) Pimpinan Wilayah didirikan ditingkat provinsi yang telah memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) Pimpinan Daerah;
(2) Susunan pengurus berdasarkan hasil Musyawarah Wilayah dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat;
(3) Pimpinan Wilayah berkedudukan di ibukota provinsi;
(4) Pimpinan Wilayah adalah pimpinan tertinggi organisasi di wilayahnya
(5) Untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, Pimpinan Wilayah dapat melaksanakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Pimpinan Pusat
(6) Dalam keadaan yang tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa maka Pimpinan Wilayah dapat melaksanakan mekanisme rapat kerja wilayah dan melaporkan hasilnya kepada Pimpinan Pusat.
(7) Pimpinan Wilayah dapat menambah dan atau mengurangi anggota pengurusnya melalui keputusan rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Pimpinan Pusat
(8) Pimpinan Wilayah dapat membuat pedoman kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan ketentuan tidak bertentangan degnan kaidah-kaidah organisasi
Pasal 13
Pimpinan Daerah (PD)
(1) Pimpinan Daerah dapat didirikan pada tingkat kabupaten dan atau kotamadya yang telah memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) komisariat;
(2) Pimpinan Daerah disusun berdasarkan hasil Musyawarah Daerah dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah;
(3) Pimpinan Daerah berkedudukan di ibukota kabupaten dan atau kotamadya setempat
(4) Pimpinan Daerah adalah pimpinan tertinggi organisasi di daerahnya
(5) Untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, Pimpinan Daerah dapat melaksanakan Musyawarah Daerah Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Pimpinan Wilayah untuk meminta pengesahan dari Pimpinan Pusat (PP) IAEI;
(6) Dalam keadaan yang tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Daerah Luar Biasa maka Pimpinan Daerah dapat melaksanakan mekanisme rapat kerja daerah dan melaporkan hasilnya kepada Pimpinan Wilayah dengan tembusan kepada Pimpinan Pusat.
(7) Pimpinan Daerah dapat menambah dan atau mengurangi anggota pengurusnya melalui keputusan rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Pimpinan Wilayah yang tembusannya dikirim kepada Pimpinan Pusat;
(8) Pimpinan Daerah dapat membuat pedoman kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah organisasi.
Pasal 14
Pengurus Komisariat (PK)
(1) Pengurus Komisariat dapat didirikan oleh sekurang-kurangnya 10 orang anggota.
(2) Susunan pengurus Komisariat berdasarkan hasil Musyawarah Komisariat dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah;
(3) Pengurus Komisariat dapat berkedudukan di unit institusi yang berada di suatu daerah;
(4) Untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua, Pengurus Komisariat dapat melaksanakan Musyawarah Komisariat Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Pimpinan Daerah untuk meminta pengesahan dari Pimpinan Daerah (PD) IAEI;
(5) Dalam keadaan yang tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Komisariat Luar Biasa maka Pengurus Komisariat dapat melaksanakan mekanisme rapat kerja komisariat dan melaporkan hasilnya kepada Pimpinan Daerah dengan tembusan kepada Pimpinan Wilayah.
(6) Pengurus Komisariat dapat menambah dan atau mengurangi anggota pengurusnya melalui keputusan rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Pimpinan Daerah yang tembusannya dikirim kepada Pimpinan Wilayah;
(7) Pengurus Komisariat dapat membuat pedoman kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah organisasi
Pasal 15
Cabang Luar Negeri
(1) Cabang Luar Negeri dapat didirikaran di seluruh negara di dunia;
(2) Struktur Organisasi dan Kepemimpinan untuk Cabang Luar Negeri mengikuti Struktur Organisasi dan Kepemimpinan yang telah ada
Pasal 16
Departemen-Departemen
(1) Pada tingkat PP, PW, PD dan PK dapat dibentuk departemen-departemen dan pengurusnya ditempatkan berdasarkan profesionalitas.
(2) Jumlah dan komposisi departemen di jenjang kepengurusan pada tingkat PW ke bawah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
BAB III
PIMPINAN ORGANISASI
Pasal 17
Syarat Pimpinan Organisasi
Pimpinan IAEI harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
(1) Muslim
(2) Cerdas, jujur dan dapat dipercaya (amanah)
(3) Memiliki wawasan yang luas mengenai ekonomi Islam
(4) Memiliki komitement untuk mengembangkan ekonomi Islam.
Pasal 18
Tugas Dan Kewajiban Pimpinan
(1) Ketua Umum Pimpinan Pusat wajib melaksanakan ketetapan Muktamar dan mempertanggung jawabkan pada muktamar berikutnya, serta membuat laporan tertulis tentang perkembangan organisasi secara nasional sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Ketua Pimpinan Wilayah wajib melaksanakan ketetapan Musyawarah Wilayah dan mempertanggung jawabkan pada Musyawarah Wilayah berikutnya, serta membuat laporan- tertertulis tentang perkembangan organisasi di wilayahnya masing-masing sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Pimpinan Pusat.
(3) Ketua Pimpinan Daerah wajib melaksanakan ketetapan Musyawarah Daerah dan mempertanggung jawabkan pada Musyawarah Daerah berikutnya, serta membuat laporan tertulis tentang perkembangan organisasi di Daerah masing-masing sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Pimpinan Wilayah dan ditembuskan kepada Pimpinan Pusat.
(4) Ketua Pengurus Komisariat wajib melaksanakan ketetapan Musyawarah Komisariat dan mempertanggung jawabkan pada Musyawarah Komisariat berikutnya, serta membuat laporan tertulis tentang perkembangan organisasi di Komisariat masing-masing sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Pimpinan Daerah dan ditembuskan kepada Pimpinan Wilayah
Pasal 19
Pergantian Pimpinan
(1) Pergantian Pimpinan Organisasi dalam semua tingkatan dilaksanakan setelah berakhirnya masa jabatan.
(2) Pergantian Pimpinan pada tingkat PP dilaksanakan dalam Muktamar, pergantian PW, PD dan PK dilaksanakan pada musyawarah di jenjang masing-masing.
BAB IV
MUSYAWARAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 20
Musyawarah
Musyawarah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) terdiri dari:
1. Muktamar
2. Muktamar Luar Biasa
3. Musyawarah Wilayah
4. Musyawarah Wilayah Luar Biasa
5. Musyawarah Daerah
6. Musyawarah Daerah Luar Biasa
7. Musyawarah Komisariat
8. Musyawarah Komisariat Luar Biasa
9. Musyawarah lainnya
Pasal 21
Muktamar
(1) Status Muktamar sebagai berikut:
1. Muktamar merupakan forum kedaulatan tertinggi yang menjadi penentu dan pemutus terakhir organisasi pada tingkat nasional.
2. Muktamar diikuti oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Komisariat.
3. Muktamar diadakan 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun.
(2) Muktamar diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat IAEI.
(3) Apabila Pimpinan Pusat tidak dapat menyelanggarakan Muktamar dimaksud pada ayat (2) di atas, maka Muktamar dapat dilakukan oleh lebih dari separuh Pimpinan Wilayah.
(4) Muktamar berwenang :
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat.
2. Mengubah dan menetapkan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), Program Kerja Nasional (PKN) dan rekomendasi (blue print)
3. Memilih dan menetapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat dan sekaligus sebagai Ketua Tim Formatur untuk menyusun Personalia Pimpinan Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang Muktamar diatur dalam Tata Tertib Muktamar.
Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan Muktamar.
(2) Muktamar Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat atas usul tertulis lebih dari dua pertiga (2/3) jumlah Pimpinan Wilayah.
(3) Apabila usul tertulis sebagaimana tersebut pada ayat (2) sudah diajukan kepada Pimpinan Pusat dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Pimpinan Pusat tidak menyatakan sikapnya untuk menyelenggarakan Muktamar Luar Biasa, maka Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan oleh para pengusul.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Muktamar Luar Biasa diatur dalam Tata Tertib Muktamar Luar Biasa.
Pasal 23
Musyawarah Wilayah
(1) Status Musyawarah Wilayah sebagai berikut :
a. Musyawarah Wilayah merupakan forum tertinggi organisasi tingkat wilayah.
b. Musyawarah Wilayah diikuti oleh Pimpinan Wilayah dan para utusan Pimpinan Daerah
c. Musyawarah Wilayah diadakan 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun sebelum penyelenggaraan Muktamar.
(2) Musyawarah Wilayah berwenang :
a. Menilai laporan pertanggungjawaban Pimpinan Wilayah.
b. Menetapkan Program Kerja IAEI di tingkat wilayah yang merupakan solusi atas permasalahan aktual, akomodasi atas aspirasi yang berkembang pada tingkat wilayah dan merupakan penjabaran program kerja tingkat nasional.
c. Memilih Ketua Pimpinan Wilayah yang sekaligus merangkap sebagai Ketua Tim Formatur untuk menyusun personalia Pimpinan Wilayah.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Musyawarah Wilayah diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Wilayah
Pasal 24
Musyawarah Wilayah Luar Biasa
(1) Musyawarah Wilayah Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan Musyawarah Wilayah.
(2) Musyawarah Wilayah Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah atas usul tertulis lebih dari separuh jumlah Pimpinan Daerah.
(3) Apabila usul tertulis sebagaimana tersebut pada ayat (2) sudah diajukan kepada Pimpinan Wilayah dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Pimpinan Wilayah tidak menyatakan sikapnya untuk menyelenggarakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa, maka Musyawarah Wilayah Luar Biasa dapat diselenggarakan oleh para Pengusul.
a. Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Wilayah Luar Biasa diatur dalam Tata Tertib
b. Musyawarah Wilayah Luar Biasa.
Pasal 25
Musyawarah Daerah
(1) Status Musyawarah Daerah sebagai berikut :
a. Musyawarah Daerah merupakan forum tertinggi organisasi tingkat daerah yang menjadi penentu dan pemutus terakhir organisasi pada tingkat daerah.
b. b.Musyawarah Daerah diikuti oleh Pimpinan Daerah dan dan para utusan Pengurus Komisariat.
c. Musyawarah Daerah diadakan 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun sebelum penyelenggaraan Musyawarah Wilayah.
(2) Musyawarah Daerah berwenang :
a. Menilai laporan pertanggungjawaban Pimpinan Daerah.
b. b.Menetapkan Program Kerja IAEI di tingkat daerah yang merupakan solusi atas permasalahan aktual, akomodasi atas aspirasi yang berkembang pada tingkat daerah dan merupakan penjabaran program kerja tingkat wilayah.
c. Memilih Ketua Pimpinan Daerah yang sekaligus merangkap sebagai Ketua Tim Formatur untuk menyusun personalia Pimpinan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Musyawarah Daerah diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Daerah.
Pasal 26
Musyawarah Daerah Luar Biasa
(1) Musyawarah Daerah Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan Musyawarah Daerah.
(2) Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah atas usul tertulis lebih dari separuh jumlah Pimpinan Daerah.
(3) Apabila usul tertulis sebagaimana tersebut pada ayat (2) sudah diajukan kepada Pimpinan Daerah dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Pimpinan Daerah tidak menyatakan sikapnya untuk menyelenggarakan Musyawarah Daerah Luar Biasa, maka Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diselenggarakan oleh para Pengusul.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Daerah Luar Biasa diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Daerah Luar Biasa.
Pasal 27
Musyawarah Komisariat
(1) Status Musyawarah Komisariat sebagai berikut :
a. Musyawarah Komisariat merupakan forum tertinggi organisasi tingkat komisariat yang menjadi penentu dan pemutus terakhir organisasi pada tingkat komisariat.
b. b.Musyawarah Komisariat diikuti oleh Pengurus Komisariat dan Anggota pada Komisariat yang bersangkutan.
c. Musyawarah Komisariat diadakan 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun sebelum penyelenggaraan Musyawarah Daerah.
(2) Musyawarah Daerah berwenang :
a. Menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Komisariat.
b. Menetapkan Program Kerja IAEI di tingkat komisariat yang merupakan solusi atas permasalahan aktual, akomodasi atas aspirasi yang berkembang pada tingkat daerah dan merupakan penjabaran program kerja tingkat daerah.
c. Memilih Ketua Pengurus Komisariat yang sekaligus merangkap sebagai Ketua Tim Formatur untuk menyusun personalia Pengurus Komisariat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Musyawarah Komisariat diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Komisariat.
Pasal 28
Musyawarah Komisariat Luar Biasa
(1) Musyawarah Komisariat Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan Musyawarah Komisariat.
(2) Musyawarah Komisariat Luar Biasa diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat atas usul tertulis lebih dari separuh jumlah Pengurus Komisariat.
(3) Apabila usul tertulis sebagaimana tersebut pada ayat (2) sudah diajukan kepada Pengurus Komisariat dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Pengurus Komisariat tidak menyatakan sikapnya untuk menyelenggarakan Musyawarah Komisariat Luar Biasa, maka Musyawarah Komisariat Luar Biasa dapat diselenggarakan oleh para Pengusul.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Musyawarah Komisariat Luar Biasa diatur dalam Tata Tertib Musyawarah Komisariat Luar Biasa.
Pasal 29
Musyawarah Lainnya
(1) Di luar Muktamar dan Musyawarah Pimpinan Pusat dalam setiap tahun menyelenggarakan Musyawarah Kerja Nasional dengan mengundang Pimpinan Wilayah.
(2) Di luar Musyawarah Wilayah, Pimpinan Wilayah dalam setiap tahun menyelenggarakan Rapat Kerja Wilayah dengan mengundang Pimpinan Daerah.
(3) Di luar Musyawarah Daerah, Pimpinan Daerah dalam setiap tahun menyelenggarakan Rapat Kerja Daerah dengan mengundang Pengurus Komisariat.
(4) Di luar Musyawarah Komisariat, Pengurus Komisariat dalam setiap tahun menyelenggarakan Rapat Kerja Komisariat.
Pasal 30
Rapat-Rapat
(1) Setiap saat yang dianggap perlu, Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah masing-masing dapat mengadakan rapat-rapat.
(2) Rapat-rapat terdiri dari :
a. Rapat Pleno, yaitu Rapat Pimpinan Pusat yang dihadiri oleh seluruh Dewan Pimpinan Pusat.
b. Rapat Harian, yaitu Rapat Pimpinan IAEI pada tingkatannya masing-masing yang pada tingkat pusat dihadiri oleh Pengurus Harian (Ketua Umum, Wakil-wakil Ketua Umum, Ketua-Ketua, Sekretaris Umum, Wakil-wakil Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan para Bendahara) atau sesuai dengan struktur tingkatannya masing-masing.
c. Rapat Biasa, yaitu Rapat Pimpinan IAEI pada tingkatannya masing-masing yang membahas tentang hal teknis operasional keorganisasian.
d. Rapat Koordinasi.
Pasal 31
Pengambilan Keputusan
(1) Muktamar / Musyawarah Wilayah / Musyawarah Daerah / Musyawarah Komisariat hanya sah bila dihadiri lebih dari ½ (setengah) jumlah peserta yang seharusnya hadir.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini tidak memenuhi quorum, maka ditunda paling lama 1 (satu) kali 24 jam.
(3) Dalam pengambilan keputusan :
a. Pada Muktamar, Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pengurus Komisariat, masing-masing unsur sebagai satu kesatuan memiliki 1 (satu) hak suara.
b. b.Pada Musyawarah Wilayah, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pengurus Komisariat, masing-masing unsur sebagai satu kesatuan memiliki 1 (satu) hak suara.
c. Pada Musyawarah Daerah, Pimpinan Daerah dan Pengurus Komisariat, masing-masing unsur sebagai satu kesatuan memiliki 1 (satu) hak suara
d. Pada Musyawarah Komisariat, Pengurus Komisariat dan Anggota, masing-masing unsur sebagai satu kesatuan memiliki 1 (satu) hak suara.
(4) Rapat-rapat hanya sah bila dihadiri oleh lebih dari ½ (setengah) jumlah peserta yang berhak hadir.
(5) Apabila tidak memenuhi quorum, maka rapat sebagaimana ayat (4) dapat ditunda paling lama 1 (satu) jam.
(6) Apabila setelah rapat ditunda satu jam lamanya ternyata yang hadir belum cukup quorum, maka rapat dapat ditunda paling lama 3x24 jam.
(7) Semua putusan Muktamar, Musyawarah dan Rapat ditetapkan secara musyawarah mufakat.
(8) Bila secara Musyawarah Mufakat tidak dapat ditetapkan, maka putusan dilakukan dengan suara terbanyak (voting).
(9) Putusan yang telah ditetapkan berdasar ketentuan pasal ini ayat (1) dan ayat (2) adalah sah dan mengikat serta wajib ditaati oleh semua pihak terkait.
Pasal 32
Tata Urutan Keputusan
(1) Keputusan Rapat Pimpinan Pusat tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Ketetapan Muktamar lainnya dan Ketetapan Muktamar Luar Biasa.
(2) Keputusan Rapat Pimpinan Wilayah tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Ketetapan Muktamar lainnya, Ketetapan Muktamar Luar Biasa, Keputusan Pimpinan Pusat dan Ketetapan Musyawarah Wilayah.
(3) Keputusan Rapat Pimpinan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Ketetapan Muktamar lainnya, Ketetapan Muktamar Luar Biasa, Keputusan Pimpinan Pusat, Keputusan Pimpinan Wilayah dan Ketetapan Musyawarah Daerah.
(4) Keputusan Rapat Pengurus Komisariat tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Ketetapan Muktamar lainnya, Ketetapan Muktamar Luar Biasa, Keputusan Pimpinan Pusat, Keputusan Pimpinan Wilayah, Keputusan Pimpinan Daerah dan Ketetapan Musyawarah Komisariat.
(5) Keputusan Rapat Harian tidak boleh bertentangan dengan Keputusan Rapat Pleno.
BAB V
KEUANGAN
Pasal 33
(1) Besarnya iuran anggota, infak dan sumber/usaha lain serta teknis pengaturan dan pemanfaatan atas uang yang dimaksud, diatur secara tersendiri yang akan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Untuk memelihara kejujuran, transparansi dan profesionlitas dalam pengelolaan keuangan organisasi, perlu dilakukan audit oleh Tim Auditor.
(3) Ketentuan mengenai Tim Auditor sebagaimana dalam ayat (2), diatur secara tersendiri yang akan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
BAB VI
LAMBANG DAN ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 34
Lambang dan atribut organisasi lainnya diatur dan ditetapkan oleh Muktamar
BAB VII
ATURAN PERALIHAN DAN KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Aturan Peralihan
Segala sesuatu yang sudah ada sebelum ditetapkannya Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ini dan sesuatu yang baru ada yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ini harus disesuaikan atau diadakan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga ini.
Pasal 36
Ketentuan Penutup
(1) Setiap anggota dianggap telah menyetujui isi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini.
(2) Setiap anggota dan Pimpinan organisasi harus menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini akan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat, sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Ketetapan Muktamar, Ketetapan Muktamar Luar Biasa, dan Ketetapan Musyawarah Pimpinan.
(4) Anggaran Rumah Tangga disahkan dalam Muktamar IAEI I di Medan pada tanggal 18-19 September 2005. Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 Juli 2011
Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia